top of page

Sabah ingin menjadi pemimpin global dalam produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan

Sabah telah menyiapkan inisiatif untuk memastikan sektor minyak kelapa sawit tetap menjadi penggerak ekonomi utama negara sementara juga bekerja menuju konsrvasi dan berkelanjutan.



Inisiatif tersebut akan diimplementasikan melalui Sertifikasi Yuridiksi Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan (Jurisdictional Certification of Sustainable Palm Oil / JCSPO) dan sertifikasi Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan Malaysia (Malaysian Sustainable Palm Oil / MSPO) di Sabah.


Direktur World Wide Fund for Nature (WWF) Malaysia, Sophia Lim mengatakan dengan mengadopsi inisiatif JCSPO, hal itu akan membantu pemerintah dalam mengatasi masalah deforestasi dalam rantai pasokan minyak kelapa sawit dengan menerapkan strategi, kebijakan dan langkah-langkah untuk menjaga lingkungan.


"Ini merupakan langkah penting dalam memposisikan Sabah dan meletakkan fondasi bagi negara bagian tersebut sebagai pemimpin global dalam minyak kelapa sawit berkelanjutan,” kata Lin, yang juga menjabat sebagai direktur WWF Malaysia.


Sabah membentuk Komite Pengarah Sertifikasi Yuridiksi (JSCC) pada tahun 2016 untuk memimpin dan mengimplementasikan sertifikasi JCSPO dan MSPO dalam rencana berjangka 10 tahun.


Komite tersebut diketuai bersama oleh Departemen Kehutanan Sabah dan Kantor Sumber Daya Alam, yang juga termasuk perwakilan pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil, serta WWF Malaysia.


JCSPO Sabah akan tetap menjadi tujuan terakhir dalam inisiatif sambil mengejar sertifikasi MSPO untuk mencapai standar internasional di bawah naungan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).


Rencana berjangka 10 tahun ditujukan untuk memproduksi minyak kelapa sawit berkelanjutan yang bersertifikasi 100% RSPO pada tahun 2025.


Hingga saat ini, sekitar 26% minyak kelapa sawit yang diproduksi di Sabah memiliki sertifikat RSPO.


Kata dia, salah satu kontribusi WWF Malaysia dalam realisasi JCSPO di Sabah adalah melalui Program Bentang Alam Sabah, yang mendukung sertifikasi 70.000 hektar bentang alam bagi petani kecil dan menengah di Tawau, Tabin Sugut Hilir.


"WWF Malaysia telah membentuk tim Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan yang berdedikasi untuk memberikan dukungan teknis pada petani yang berlokasi dalam bentang alam tersebut untuk membentuk kelompok petani dan kemudian membimbing mereka untuk menjalani proses sertifikasi kelompok RSPO,” tambahnya.


Lim mengatakan bahwa melalui pendekatan bentang alam, mereka juga berupaya memajukan minyak kelapa sawit berkelanjutan dengan memasukkan unsur-unsur seperti pelestarian orangutan dan gajah Borneo serta mendukung pengelolaan kawasan lindung dan hutan cadangan di dalam wilayah tersebut.


Ketua Pelestarian Departemen Kehutanan Sabah, Frederick Kugan mengatakan bahwa JSCPO Sabah telah diakui secara global sebagai model perintis untuk mengatasi deforestasi dalam rantai pasok minyak kelapa sawit.


Program yuridiksi yang diterapkan kini akan menciptakan gelombang perubahan yang baru dan membuka jalan bagi masa depan di mana praktik berkelanjutan akan menjadi standar industri, katanya.


"Ini hanyalah permulaan. Masih banyak kerja yang harus diselesaikan dan kami berharap JCSPO Sabah akan terus menerima dukungan dari pemangku kepentingan kami, menuju sertifikasi RSPO 100% dan MSPO pada tahun 2025 sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh sekretariat negara baru-baru ini,” tambahnya.


Ia mengatakan bahwa hal itu akan membantu dalam pelestarian populasi satwa liar, sumber daya hutan maupun jasa ekosistem.


Direktur Departemen Satwa Liar Sabah, Augustine Tuuga mengatakan bahwa JCSPO menggunakan pendekatan pelestarian yang lebih holistik dan merupakan harapan untuk memastikan masa depan yang lebih cerah bagi spesies di Sabah.


Tuuga menjelaskan bahwa sifar perkebunan kelapa sawit yang monokultur cenderung tidak mendukung spesies yang bergantung pada lingkungan berjenis hutan.


"Orangutan memerlukan habitat hutan untuk bertahan hidup, tetapi kebanyak dari mereka ditemukan di petakan hutan terpencil yang tersebar di dalam perkebunan kelapa sawit.


"Selain orangutan, gajah Borneo juga sering menghadapi masalah dari perkebunan kelapa sawit di mana insiden konflik antara manusia dan gajah masih terjadi,” katanya.


Dia mengatakan bahwa konektivitas, melalui koridor satwa liar yang menghubungi petakan hutan ini pada habitat hutan yang lebih luas merupakan kunci bagi keberlangsungan hidup orangutan dan satwa liar lainnya pada bentang alam perkebunan kelapa sawit, terutama di dataran rendah Sabah.


Produksi minyak kelapa sawit Sabah tercatat pada 4,65 juta ton tahun lalu, mencapai 6,2% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia. Ini merupakan sektor ekonomi penting yang menyediakan lapangan kerja dan mata pencaharian.


bottom of page