Permintaan Domestik Memastikan Industri Minyak Kelapa Sawit Indonesia Tetap Bertahan di Tengah Pasar Ekspor yang Lesu
. Industri minyak kelapa sawit Indonesia, merupakan yang terbesar di dunia, telah mengalami gangguan akibat Covid-19. Meskipun langkah penutupan akses telah diberlakukan di negara tujuan ekspor telah membatasi pasar, namun permintaaan minyak kelapa sawit domestik telah meningkat.

“Tahun 2020 diwarnai dengan ketidakpastian pasar akibat Covid-19, memang berdampak besar tidak hanya pada industri minyak kelapa sawit tetapi juga pada perekonomian Indonesia,” kata Tofan Mahdi, Kepala Bagian Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pada Jakarta Globe pada hari Jumat.
Asosiasi tersebut mengumumkan sebelumnya bahwa ekspor minyak kelapa sawit telah menurun sekitar 11 persen pada semester pertama tahun 2020.
Meskipun permintaan internasional telah dibatasi, Tofan mengatakan bahwa selama pandemi, permintaan produk minyak kelapa sawit di pasar domestik Indonesia telah meningkat, baik untuk produk bahan bakar hayati maupun untuk produk oleokimia.
Meskipun demikian, masih ada harapan pasar akan pulih karena meningkatnya popularitas minyak kelapa sawit. Tofan berharap harga minyak kelapa sawit dapat mendukung keberlanjutan bisnis di industri minyak kelapa sawit.
Kinerja eskpor minyak kelapa sawit Indonesia “menurun drastis” pada semester pertama tahun 2020, dikarenakan implementasi penutupan akses di luar negeri, yang dilakukan untuk mencegah penularan virus.
“Hal ini menyebabkan gangguan pada permintaan minyak nabati global, termasuk minyak kelapa sawit” kata Tofan.
Pasar global minyak kelapa sawit sangat besar, dengan nilai pasar mencapai 60 miliar Dolar Amerika pada akhir tahun 2025. Indonesia kini merupakan pemasok mnuak kelapa sawit terbesar di dunia, di mana 15 juta ton dari 50 juta ton yang diproduksi dalam negeri dikonsumsi oleh pasar domestik. Importir asing terbesar di antaranya adalah India, Tiongkok dan Uni Eropa.
Tofan memastikan pasar minyak kelapa sawit Indonesia pulih pada kuartal ketiga tahun 2020, mengikuti pertumbuhan permintaan minyak nabati di pasar global.
“Konsumsi domestik juga meningkat karena industri oleokimia yang mendukung pencegahan penularan virus melalui pengembangan produk kebersihan, seperti sabun dan disinfektan,” katanya.
Dia percaya bahwa pandemi telah membuat orang-orang lebih sadar tentang pentingnya kebersihan dan sanitas, yang akan terus menguntungkan pasar minyak kelapa sawit.
“Dengan perubahan ini, saya percaya tren ini akan terus menunjukkan pertumbuhan positif bahkan setelah pandemi berakhir,” kata Tofan.
Pandemi telah memaksa pemerintah untuk mengalihkan 195 juta Dolar Amerika dari anggaran negara untuk menutupi subsidi bahan bakar hayati berbasis minyak kelapa sawit. Angka ini kemungkinan akan terus meningkat jika pemerintah tetap ingin menggantikan bahan bakar diesel dengan campuran yang terbuat seutuhnya dari minyak kelapa sawit, yakni B100. Hal ini terjadi akibat menurunnya harga minyak kelapa sawit, karena subsidi dibiayai dari tarif ekspor minyak kelapa sawit.
Pada tahun 2015, pemerintah Indonesia mulai mensubsidi bahan bakar hayati berbasis minyak kelapa sawit dengan tujuan membuat harganya lebih bersaing dibandingkan dengan bahan bakar diesel yang lebih konvensional. Ini merupakan upaya “mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar fosil, dan telah membantu mempertahankan dan menstabilkan konsumsi domestik”, jelas Tofan.
Campuran bahan bakar yang mengandung 30 persen minyak kelapa sawit, atau B30, dapat ditemukan di SPBU di seluruh Indonesia. Pemerintah telah menentukan akan melakukan transisi ke B40 pada tahun 2021, tetapi permasalahan pendanaan menunjukkan bahwa hal itu mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Untuk memenuhi kebutuhan domestik akan bahan bakar hayati, tambahan perkebunan seluas 15 juta hektar perlu dibangun di Indonesia, yang membuat geram para aktivis lingkungan.
Terlepas dari kesulitan finansial, perkebunan minyak kelapa sawit tetap beroperasi selama pandemi untuk memenuhi permintaan pasar.
“Tidak ada PHK maupun pemotongan gaji di seluruh industri minyak kelapa sawit Indonesia,” kata Tofan. Gapki juga telah menerapkan protokol kesehatan di seluruh perkebunan untuk lebih baik melindungi pekerja, seperti memberikan pemeriksaan kesehatan dan penerapan jarak sosial.
Meskipun pasar telah terpukul selama pandemi, namun masih tetap ada optimisme kalau popularitas minyak kelapa sawit yang terus meningkat secara internasional serta dukungan pemerintah melalui program wajib bahan bakar hayati akan memfasilitasi pemulihan dan pertumbuhannya.
“Minyak kelapa sawit kini merupakan minyak nabati yang paling banyak digunakan dan diproduksi di pasar global. Apalagi minyak kelapa sawit juga dikenal sebagai tanaman penghasil minyak yang paling efisien,” kata Tofan.
“Menurut WWF (2019), minyak kelapa sawit kini memasok 35 persen dari kebutuhan minyak nabati di dunia, dengan hanya 10 persen penggunaan lahan,” ujarnya.