Pasar minyak kelapa sawit diperkirakan akan kehilangan periode penting dengan permintaan tinggi pada tahun 2020 dikarenakan penutupan akses keluar masuk yang disebabkan coronavirus selama bulan suci Ramadhan, dimana akan mengurangi permintaan dari Negara-negara importir seperti India, Pakistan dan Bangladesh.
Permintaan yang lebih rendah dari biasanya akan bisa memberikan tekanan pada patokan harga minyak kelapa sawit mentah Malaysia, yang telah turun hampir 30% sejak 23 Januari. Hal ini terjadi sejak Tiongkok, selaku konsumen minyak kelapa sawit terbesar kedua, memberlakukan penutupan akses keluar masuk terkait coronavirus.
Permintaan minyak kelapa sawit biasanya meningkat dua bulan sebelum bulan Ramadhan, terhitung dari tanggal 23 April 2020 hingga 23 Mei 2020 pada Hari Raya Idul Fitri (Eid al-Fitr). Para importir biasanya mulai mengadakan persediaan minyak nabati dalam rangka mengantisipasi peningkatan konsumsi makanan ketika keluarga dan teman-teman berkumpul pada saat berbuka puasa.
Dalam kondisi orang-orang ditutup akses keluar masuknya tidak dapat berkumpul seperti biasa dalam tahun ini – dan berhubungan dengan banyaknya restoran, kantin dan hotel yang tidak beroperasional – iftar, atau berbuka puasa dilakukan dalam skala yang kecil.
Pembelian dari para pelanggan utama bulan Ramadhan – India, Bangladesh, Pakistan, Arab Saudi dan Iran – mulai meninggkat pada awal bulan Maret, namun semakin merosot dengan adanya langkah-langkah penutupan akses keluar masuk dari pemerintah-pemerintah, menurut para pedagang dan analis.
“Kami telah kehilangan momen pada saat biasanya permintaan meningkat pada bulan Ramadhan, kami seharusnya melihat kenaikan angka pengiriman ke daerah Timur Tengah pada awal bulan Maret,” sahut Sathia Varga, pemilik Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura.
Ekspor minyak kelapa sawit dari Malaysia selama bulan Maret, produsen terbesar kedua, turun 27% dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun lalu menjadi 1,181,422 ton, angka terendah sejak tahun 2016, menurut data dari Malaysian Palm Oil Board.
Angka ekspor bulan Maret dari produsen utama di Indonesia lebih tinggi dibandingkan bulan Februari, namun turun 3% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 1,885,153 ton, menurut data dari Refinitiv.
“Pelanggan dari daerah Timur Tengah sedang dalam penutupan akses keluar masuk, sehingga susah untuk mencapai angka puncak musiman,” kata Varga.
India, yang juga merupakan konsumen terbesar minyak nabati, di mana hotel, restoran dan industri katering merupakan pengguna utama minyak kelapa sawit, mengalami penurunan permintaan pada sector ini sebanyak 40% karena penutupan akses keluar masuk nasional, menurut hasil analisa yang diterbitkan oleh Malaysian Palm Oil Council (MPOC).
Permintaan minyak kelapa sawit India biasanya meningkat sekitar 10% pada masa-masa seperti bulan Ramadhan, namun tahun ini kenaikan demikian sangat tidak mungkin, menurut Sudhakar Desai, presiden dari Indian Vegetable Oil Producers’ Association (IVPA).
“Untuk pertama kalinya tahun ini kita akan melihat penurunan angka konsumsi per kapita,” lanjut Desai.
Angka impor nasional anjlok 58% dari tahun sebelumnya menjadi 335,308 ton, menurut data yang dikumpulkan oleh badan industri Solvent Extractors’ Association yang berbasis di Mumbai.
Pada bulan April, angka impor minyak kelapa sawit India bisa menurun ke 450,000 ton dibandingkan 707,450 ton pada tahun sebelumnya, kata Desai dari IVPA.
Angka impor minyak kelapa sawit Pakistan pada bulan Maret lebih rendah sekitar 40,000 – 50,000 ton dari angka ekspektasi industri, sementara perdagangan di pasar domestic Bangladesh juga melambat sejak pertengahan bulan Maret, menurut hasil analisa MPOC.
“Daya beli sedang menurun. Masyarakat kehilangan pekerjaan ataupun mengalami pemotongan penghasilan. Hal ini akan berdampak pada konsumsi minyak kelapa sawit,” menurut seorang pengusaha perdagangan global di Mumbai. – Reuters