top of page

Sub-Sahara Afrika dilihat sebagai destinasi berikutnya bagi pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit

Sub-Sahara Afrika dilihat sebagai destinasi berikutnya bagi pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit Malaysia


Sebuah benua dengan populasi lebih dari 1,3 miliar jiwa, diperkirakan akan meningkat menjadi 2,5 miliar jiwa pada tahun 2050, Afrika menawarkan prospek yang cerah bagi minyak kelapa sawit Malaysia, dengan permintaan yang akan datang dari industri seperti pangan, kosmetik dan farmasi, menurut para ahli minuak kelapa sawit.


“Posisi Malaysia sebagai pemasok utama produk minyak berkelanjutan dan berkualitas harus dieksplotasi secara maksimal, dan ada banyak peluang untuk pertumbuhan bagi pasokan minyak kelapa sawit di sub-sahara Afrika (SSA), khususnya di Afrika Selatan,” kata Dawie Theron, manajer perdagangan senior Sime Darby Oils South Africa.



Theron merupakan salah satu panelis webinar “Sub-Sahara Afrika — Perbatasan Selanjutnya bagi Minyak Kelapa Sawit Malaysia?” kemarin, yang diselenggarakan oleh Malaysian Palm Oil Council (MPOC).


“Afrika Selatan umumnya mengikuti standar Eropa terkait masalah kualitas pangan dan keselamatan. Dengan demikian, syarat bekerlanjutan dan sumber yang tanggung jawab di Eropa akan memasuki pasar Afrika Selatan dalam waktu dekat.


“Kami akan segera melihat harga di atas kualitas dan keberlanjutan akan segera digantukan oleh kualitas dan keberlanjutan di atas segalanya,” katanya.


Theron juga mencatat merek global seperti Nestle, Aspen, Ferrero Rocher dan Unilever telah meminta aspek kualitas dan keberlanjutan digunakan untuk memproduksi produk mereka di Afrika Selatan.


Karena itu, katanya Sime Darby Oils South Africa baru saja menyelesaikan satu proyek baru dan akan membawa stearin kelapa sawit Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut dan Tanpa Eksploitasi (No Deforestation, No Peat and No Exploitation / NDPE) dari Malaysia dan masuk ke pasar Afrika Selatan.


Ini akan menjadi tambahan untuk minyak sawit olein rendah gliserida yang bersertifikas Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) SG yang telah dipasok oleh Sime Darby Oils South Africa dari Malaysia selama 18 bulan terakhir.


Theron juga mengatakan bahwa standar Malaysia untuk produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan (MSPO) harus dipromosikan dan diadvokasikan ke mereka global secara lebih efektif.


“MPOC juga perlu memikirkan kembali untuk mendirikan kantor wilayah di Afrika Selata. Dengan bantuan dan bimbingan dari kantor tersebut, kami perlu untuk menantang persepsi yang salah tentang minyak kelapa sawit dan mulai mendorong dan mempromosikan kualitas yang membuat minyak kelapa sawit Malaysia lebih unggul,” katanya.


Seorang panelis lainnya, eksekutif pemasaran MPOC, Nor Iskahar Nordin mengatakan permintaan dari negara seperti Mozambik, Madagaskar, Angola dan Mauritiana telah meningkat.


“Selera pelanggan dan pertumbuhan di sektor perhotelan, restoran dan kafe di negara-negara tersebut sedang berubah, dan setelah Covid-19, kami mengharapkan meningkatnya konsumsi pangan, sehingga lebih banyak permintaan terhadap minyak kelapa sawit.


“Wilayah SSA diperkirakan akan mengimpor 2,4 juta hingga 2,5 juta ton minyak kelapa sawit tahun ini, dan diharapkan dapat meningkat menjadi 2,6 juta hingga 2,7 juta ton tahun depan, katanya.


Nor Iskahar juga mengatakan bahwa kekurangan minyak dan lemak di SSA akan tetap sama dalam waktu dekat, dan karena minyak kelapa sawit harganya bersaing, serbaguna dan bergizi, ia akan dapat melengkapi kekurangan tersebut.


Ia mengatakan angka ekspor minyak kelapa sawit Malaysia ke SSA pada bulan Januari hingga Agustus meningkat 37% menjadi 1,69 juta dari 1,23 juta pada masa yang sama di tahun 2019.


Sementara itu, Fatima Alimohamed, direktur utama (CEO) African Brand Warrior, mendesak eksportir minyak kelapa sawit Malaysia untuk menjadikan Afrika tujuan investasi minyak kelapa sawit mereka.


“Kami memiliki lahan yang tepat, laut, [kondisi] cuaca dan tenaga kerja yang banyak, membuatnya sebagai tujuan yang sempurna bagi investasi minyak kelapa sawit Malaysia.


“Ini bukan merupakan hal yang sulit bagi kami … Lagipula, bibitnya memang datang dari Afrika, jadi sekarang sudah kembali ke tempat asalnya,” katanya.


Fatima juga mengatakan bahwa perusahaan harus berinvestasi dalam pelatihan dan bekerjasama untuk pengembangan dengan pekerbunan yang sudah ada maupun mendatang.


Dia mencatat bahwa tantangan yang kini dihadapi oleh benua tersebut adalah kurangnya otomatisasi di sektor kelapa sawit dibandingkan dengan Asia, menambahkan juga adanya kebutuhan untuk bergerak maju menuju swasembada di Afrika.

bottom of page