top of page

PT Pertamina meminta agar parlemen membatasi harga minyak kelapa sawit mentah.

Badan Usaha Milik Negara Indonesia, PT Pertamina meminta agar parlemen membatasi harga minyak kelapa sawit mentah (CPO), karena perusahaan tersebut sedang mengembangkan kilang untuk membuat bahan bakar dati minyak nabati.


Pertamina perlu jaminan dari sisi pasokan dan harga minyak kelapa sawit yang akan digunakan sebagai bahan dasar untuk setidaknya tiga kilang yang diinvestasikannya, kata presiden direktur Nicke Widyawati kepada komite parlemen pada hari Selasa.



Presiden Joko Widodo ingin Indonesia menggunakan bahan bakar yang terbuat dari minyak kelapa sawit sebagai langkah pengurangan impor bahan bakar yang mahal, yang juga merupakan kontributor utama defisit yang berkelanjutan.


Widyawati mengatakan kepada parlemen bahwa Pertamina menginginkan peraturan dengan sebutan “kewajiban pasar domestik” (DMO) mengwajibkan sebagian hasil perkebunan CPO untuk dijual dalam negeri dengan harga yang dibatasi. Pertamina juga telah menyampaikan permintaanya tersebut secara tertulis kepada pemerintah.


Pertamina sedang mengubah kilangnya agar bisa mengolah minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar serta menambah unit baru untuk memenuhi target pemerintah. Salah satu fasilitas yang akan dibangun akan menelan biaya 600 juta Dolar Amerika.


“Ketika ini menjadi program nasional, harus ada kebijakan untuk memastikan harga dan volume,” kata Widyawati.


Harga kelapa sawit melonjak pada tahun lalu, ketika Indonesia, sebagai eksportir terbesar minyak nabati, mengatakan kalau Ia akan memperluas program wajib biodiesel.


Indonesia mulai menggunakan biodiesel dengan 30% bio-kontennya terbuat dari kelapa sawit pada tahun 2019, yaitu kenaikan dari 20% ada tahun sebelumnya.


Pada bulan Januari, konsumsi bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit 35% lebih tinggi daripada konsumsi rata-rata bulanan pada tahun lalu dikarenakan adanya program B30, seperti yang ditunjukkan oleh data pemerintah pada hari Selasa.


Sugend Suparwoto dan Maman Abdurrahman, anggota parlemen, mengatakan bahwa mereka mendukung proposal DMO untuk menghindari kekurangan pasokan.


Seorang menteri senior telah memperingatkan bahwa Indonesia mungkin tidak akan memiliki persediaan CPO yang cukup untuk melampaui 50% bio-konten jika program penanaman kembali terhambat.


Sahat Sinaga, ketua direksi grup bahan bakar bio Indonesia Bio-Hydrocarbon Society, mengatakan kalau pemerintah harus mulai memikirkan untuk menanam berbagai tanaman lain untuk dijadikan bahan dasar bahan bakar bio di masa depan, mengingat adanya penundaan perkebunan kelapa sawit yang baru.


“Kami telah menyarankan agar pemerintah tidak bergantung kepada kelapa sawit saja. Karena ada permintaan yang besar untuk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan,” kata Sinaga kepada Reuters, seraya menambahkan ada empat tanaman yang bisa dijadikan sebagai bahan pengganti.


Jika Indonesia tidak mulai menghasilkan bahan dasar yang baru untuk bahan bakar bio, Sinaga mengestimasikan 75% dari produksi kelapa sawitnya akan digunakan di dalam negeri untuk lima tahun ke depan, meningkat sekitar 30% dari angka saat ini.

bottom of page