top of page

Produsen Minyak Kelapa Sawit Indonesia Diminta untuk Beralih ke Praktik Berkelanjutan

Permintaan konsumen yang lebih tinggi untuk minyak kelapa sawit berkelanjutan mendorong produsen untuk mengejar ekolabel, menurut Roundtable on Sustainable Palm Oil Production, atau disebut RSPO.


Produksi minyak kelapa sawit bisa menjadi pedang bermata dua, memacu pertumbuhan ekonomi sambil menimbulkan resiko terhadap lingkungan jika tidak dikelola secara berkelanjutan, kata manajer senior penjangkauan dan keterlibatan komunitas global RSPO, Imam A. El Marzuq.


"Data dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menunjukkan bahwa industri minyak kelapa sawit menyerap hampir 21 juta tenaga kerja. Minyak kelapa sawit juga memiliki efisiensi hasil yang tinggu dibandingan dengan produk [minyak nabati] lain dan merupakan komoditas serbaguna yang digunakan dalam produk makanan dan non-pangan, seperti bahan bakar hayati,” kata Imam dalam sebuah konferensi daring pada hari Kamis.


Pohon kelapa sawit tumbuh di daerah tropis yang menjadi rumah bagi beragam spesies flora dan fauna. Namun, spesies-spesies ini mungkin akan terancam kehilangan habitat mereka karena adanya deforestasi dan konversi lahan. Tetapi dengan adanya produksi etis, masih ada ruang bagi perkebunan dan keberlanjutan lingkungan untuk hidup berdampingan, kata Imam.


Pada tahun 2011, RSPO meluncurkan ekolable yang dinamai Merek Dagang RSPO, yang menandakan penggunaan industri minyak kelapa sawit berkelanjutan bersertifikat RSPO dalam sebuah produk. Sementara produsen bebas untuk mengajukan segel persetujuan RSPO, beberapa pihak masih menunggu karena meningkatnya permintaan.


Sebuah survei oleh MarkPlus menunjukkan bahwa 82 persen responden mereka bersedia untuk beralih ke produk yang menggunakan minyak kelapa sawit berkelanjutan ketika diberikan pilihan. Namun, mereka sulit mengidentifikasinya karena terbatasnya penggunaan ekolabel.


"Karena itu, pelanggan seharunys mendesak produsen untuk memberikan produk bersertifikasi keberlanjutan. Perusahaan akan lebih cenderung mulai merangkul praktik bisnis berkelanjutan dan berusahan untuk mendapatkan ekolabel untuk memenuhi permintaan konsumen,” lanjut Imam.


“Namun ekolabel hanyalah alat identifikasi. Konsumenlah yang memegang kunci. Paling tidak dengan meminta produsen menyediakan ekolabel, akan lebih ada kemungkinan untuk perubahan dalam pola konsumsi dan keberlanjutan industri minyak kelapa sawit,” tambahnya.


Demikian juga, jaringan supermarket Lion Super Indo menganggap konsumen memainkan peranan penting dalam mempromosikan keberlanjutan.


“Setelah produk dengan label ramah lingkungan tersedia di pasaran, mulailah mengkonsumsinya. Jika ada peningkatan konsumsi, penjual pada akhirnya akan mulai menjual lebih banyak produk berkelanjutan,” kata kepala bagian urusan korporat dan keberlanjutan Lion Super Indo, Yuvlinda Susanta.


Lion Super Indo juga berencana untuk meluncurkan lini minyak goreng berlabel ramah lingkungan untuk mendukung konsumsi berkelanjutan.

Related Posts

See All
bottom of page