top of page

Indonesia akan melakukan perubahan terhadap pajak minyak kelapa sawit untuk mendukung program bahan

Indonesia akan melakukan perubahan terhadap pajak minyak kelapa sawit untuk mendukung program bahan bakar hayati


Indonesia, selaku produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, berencana untuk melakukan revisi terhadap peraturan perpajakan ekspor minyak kelapa sawitnya untuk memungkinkan penerimaan yang lebih tinggi ketika harga minyak naik, kata seorang menteri kabinet senior kepada Reuters, sebagai bagian dari langkah untuk mendukung program bahan bakar hayati yang ambisius.


Sejak Juni tahun ini, Indonesia telah memungut pajak maksimal dari ekspor minyak kelapa sawit, yaiut 55 Dolar Amerika per ton, tanpa memperhatikan harga.


Namun pemungutan pajak yang baru akan bergantung kepada harga ekspor, kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato dalam sebuah wawamcara pada hari Selasa.


"Jadi untuk setiap kenaikan 25 Dolar Amerika, akan dikenakan pajak tambahan senilai 5 Dolar Amerika,” kata Hartato.


Indonesia memungut pajak untuk membiayai selisih antara biaya produksi minyak kelapa sawit dan harga minyak kelapa sawit mentah.


Penurunan bersejarah harga minyak kelapa sawit pada tahun ini memperlebar kesenjangan dan memaksa pemerintah untuk merubah peraturan perpajakannya. Sebelum bulan Juni, pajak hanya dipungut ketika harga patokan minyak kelapa sawit mentah naik melebihi 570 Dolar Amerika per ton.


Hartarto mengatakan selama harga minyak mentah bertahan di kisaran 40 Dolar Amerika per barel, selisih harga tersebut masih bisa ‘dikelola’.


Pemerintah tengah membahas rincian untuk aturan baru yang direncanakan, termasuk harga yang akan memicu tarif pajak yang lebih tinggi, menurut seoarang pejabat lainnya.


Indonesia kini memiliki program bahan bakar hayati yang wajib yang dikenal dengan nama B30, di mana kandungan bahan bakarnya adalah 30% minyak kelapa sawit, dan ditargetkan untuk mencapai 40% pada tahun depan.


Program yang didukung oleh Presiden Joko Widodo tersebut memiliki dua target yakni untuk menopang konsumsi minyak nabati dan pada saat yang bersamaan mengurangi impor bahan bakar yang mahal ke perekonomian terbesar di Asia Tenggara yang telah mengakibatkan defisit.


"Saya kira dengan adanya program ini, harga minyak kelapa sawit akan menjadi stabil. Sehingga (efek) netto terhadap petani juga akan lebih baik,” kata Hartato.


Namun para petani khawatir dengan adanya pajak yang lebih tinggi, akan mengurangi pendapatan mereka di mana eksportir menanggung biayanya, kata Mansuetus Darto, sekretaris jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit.


"Pajak senilai 55 Dolar Amerika saja sudah mengurangi harga buah sawit sekitar 130 Rupiah per kilogram di tingkat petani,” katanya, seraya juga menyerukan distribusi dana yang dipungut dari pajak secara meluas.


Selain untuk mengsubsidi program bahan bakar hayati, dana juga digunakan untuk membiayai hal-hal lain seperti program penanaman kembali dengan bibit yang lebih unggul.

bottom of page